Wafat persis sehari setelah perusahaan yang didirikannya mengumumkan diluncurkannya salah satu produk yang telah merubah dunia teknologi, perginya Steve Jobs (1955-2011) sudah ‘diantisipasi’ orang banyak, tapi tetap mengejutkan. Tidak heran, ucapan duka cita datang dari mana-mana, tidak hanya hitungan orang-orang biasa, pecinta (dan bukan pecinta) produk keluaran perusahaan Apple yang didirikannya, tapi juga orang-orang besar dalam hitungan Presiden Obama hingga selebriti dan pesohor dunia.
Cita-cita utamanya adalah ingin merubah dunia. Kata-katanya yang sangat terkenal ketika memanggil John Sculley, mantan CEO Pepsi, Co. untuk bergabung ke Apple. Steve dengan meyakinkan berkata, “Apakah kamu mau tinggal di sini menjual air gula, atau ikut denganku dan mengubah dunia?” Dan tidak ada orang yang meragukan, dalam 56 tahun hidupnya, persis itulah yang ia lakukan. Mulai dari Macintosh yang membawa pembaharuan industri komputer di tahun 1984, iPod di tahun 2001, iPhone pada 2007, dan iPad di 2010. Ciptaannya mengubah bagaimana manusia, khususnya orang-orang biasa yang memang bukan tech savvy mengonsumsi teknologi dan berkomunikasi dengan orang lain.
Hidupnya penuh dengan keanehan, dimulai dari lahir tidak diinginkan, keluar dari universitas karena tidak bisa menikmatinya, harus mundur dari perusahaan yang didirikannya sendiri, kalah saingan dengan salah satu pesaing terberatnya (dan harus diselamatkan oleh pihak yang sama), divonis kanker pankreas langka, tapi justru mengubah banyak hidup dari orang-orang biasa seperti kita, dengan jejak-jejak yang ia ciptakan: tetikus (Mac, 1984), komputer jinjing (PowerBook, 1991), clickwheel (iPod, 2001), dan – apa yang buat saya – alat layar sentuh pertama yang betul-betul bekerja sesuai dengan keinginan kita (iPhone, 2007).
Di sisi lain, Steve Jobs menunjukkan karakter Amerika seutuhnya. Ada salah satu film seri mengenai sejarah Amerika Serikat yang membuat sebuah poin yang sangat jelas: Amerika bisa berdiri tidak lain karena inovasi, selalu menciptakan cara-cara baru mengatasi kesulitan yang ada. Itulah yang dilakukan Steve Jobs. Ketika komputer pada masanya begitu buruk, hanya berputar-putar di kode, Steve Jobs memberikan kita antarmuka grafis (GUI). Tanpa itu, kini saya akan berkutat dengan deretan kode hanya untuk menulis tulisan singkat ini. Itulah Amerika, dan itulah alasan mengapa Amerika kehilangan dirinya ketika ia wafat minggu lalu.
Saya tidak pernah mengenal Steve Jobs secara personal. Figur yang tertutup ini hanya muncul setahun dua sampai tiga kali, lewat presentasinya yang disebut Stevenotes. Banyak orang paham betul apa yang disebut reality distortion field: kemampuannya untuk mempengaruhi orang banyak untuk setuju dengannya meskipun awalnya sama sekali tidak. Itulah pesona Steve yang luar biasa. Dari semua Stevenotes-nya yang pernah saya lihat, peluncuran iPhone di tahun 2007 merupakan yang terhebat. Anda harus menyaksikannya sendiri untuk mengerti.
Selebihnya, ini bukan tentang riwayat hidupnya. Semua produk Apple yang pernah tercipta — dan mengubah banyak hidup kita — merupakan buah karya imajinasi Steve yang hebat. Steve bisa menciptakan barang yang bahkan pasar belum sadar mereka membutuhkannya. “1,000 songs in your pocket”; atau “Apple reinvents the phone”; atau “The World’s thinnest notebook”. Semua bagian dari imajinasi gilanya. Dan itu mengubah banyak hidup dari kita. Cara kita menjadi lebih produktif. Cara kita berkomunikasi dengan banyak orang lain. Atau cara kita memandang dunia.
Akhirnya, persis setelah wafatnya, saya langsung menonton lagi pidato wisuda yang ia bawakan di Universitas Stanford di tahun 2005. Ia membicarakan secara singkat tiga hal: hidup, cinta, dan kematian. Dan saya tidak bisa melupakan kata-katanya. Kematian, baginya, adalah sesuatu yang luar biasa, life’s changing agent katanya. Dan tentu kata-katanya: hidup ini terlalu singkat, jangan habiskan waktu hidup dalam kehidupan orang lain.
Ketika Steve Jobs akhirnya pergi dari dunia ini, ia memang telah menciptakan tandanya sendiri di seluruh jagat raya. Dan ketika ia menutup matanya, untuk apa yang telah ia lakukan bagi dunia ini, dia berhak berkata, “Mission accomplished.”
Leave a Reply