Jangan remehkan motivasi!

Matthew Hanzel Avatar

Saya bukan ingin meniru sekelompok orang yang memang pekerjaannya memotivasi—yang dikenal dengan nama “motivator”. Selama itu pekerjaan yang baik-baik, sah, dan memang berdaya guna, apalah yang harus dipermasalahkan? Melalui tulisan ini, saya ingin menekankan pada Anda, mengapa motivasi begitu penting saat Anda berkompetisi. Lagi-lagi, saya menarik dari pengalaman hidup saya dalam beberapa kompetisi, untuk melihat kembali mengapa ia begitu krusial.

Dalam salah satu lomba paduan suara yang cukup bergengsi, saya menghadapi sebuah persoalan yang cukup unik: Membuat paduan suara ini siap untuk tampil dalam waktu yang cukup ketat, melawan peserta-peserta yang jelas lebih senior dari mereka—segi umur maupun musikalitas. Saya, pada saat itu, adalah asisten pelatih, dan tentu tugas utamanya adalah untuk menyediakan asistensi latihan dalam aspek bermusik.

Biar begitu, satu hal yang saya pelajari dan saya pahami adalah mengapa motivasi sangat penting.

Beberapa saat sebelum lomba, mulai dari kira-kira dua minggu sebelum hari lomba, adalah masa-masa yang sangat krusial, dan bisa berdampak fatal jika tidak diperlakukan dengan baik. Ketika itulah para penyanyi akan merasa sangat lelah dan jenuh—bagaimana tidak, berminggu-minggu, berbulan-bulan, hanya menyanyikan lagu itu saja, kadang sampai beberapa jam sehari, diulang-ulang untuk merapikan rincian dari setiap lagu. Selain itu, terdapat pula perasaan bercabang-cabang. Ada yang akan merasa sudah bagus dan akan jadi mengendur karena merasa materi sudah dikuasai. Ada pula yang akan ‘menyerah’ karena sangat sulit mencapai kesempurnaan dan sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

Di samping itu, mengelola kepercayaan diri 30-40 orang tidaklah mudah. Sebuah tim sepakbola paling-paling hanya memiliki 18 orang pemain dalam satu pertandingan. Sebuah pertandingan bulu tangkis sebanyak-banyaknya memiliki dua orang dalam satu pertandingan. Tidak halnya dengan paduan suara yang jumlah manusianya berjibun. Setiap orang punya cara pandangnya masing-masing tentang diri sendiri, tentang paduan suaranya, hingga tentang kans untuk menjadi juara di lomba tersebut.

Tidak pula heran sejak dari pemilihan lagu hingga pengumuman mengenai para saingan. Dalam kompetisi yang saya ikuti ini, terdapat sebuah keunikan, di mana kategori umur remaja yang dimaksud punya rentang usia yang sangat luas. Umumnya jika kategori remaja (campuran) dimaksudkan untuk usia sekolah menengah atas, maka lomba ini justru memiliki batas atas untuk lulusan universitas, atau 25 tahun. Bagi para pelaku paduan suara tentu tahu, bahwa karakter suara dan musikalitas penyanyi pada usia sekolah menengah atas sangat jauh bedanya dengan universitas. Begitu pula dengan sumber daya dan tingkat kepelatihannya.

Dengan semua rumus kompleks di atas, perasaan rendah diri dan “pasrah aja deh” pasti terdapat di banyak orang. Lelah dicampur rendahnya kepercayaan diri sebetulnya sangat berpotensi menghancurkan persiapan yang sudah dilakukan sampai ‘membanting tulang’. Itupun jika belum elemen-elemen lain yang semakin memberi tekanan kemudian datang menyerbu satu persatu, lalu keseluruhan tim.

Di sinilah pentingnya motivasi: Memberikan kepercayaan bahwa meskipun mereka merasa tidak mampu, atau ‘tidak ada apa-apanya’, justru mereka wajib merasa bahwa dengan persiapan yang sudah mereka lakukan, mereka adalah paduan suara terbaik, dan tidak perlu ada yang ditakutkan.

Saya ingat sekali dua malam sebelum lomba. Suasana kompetisi sangat kacau, karena terdapat beberapa kali perubahan jadwal tampil, dan rupanya tidak ada jadwal untuk uji coba panggung (stage rehearsal), sebuah tahap maha penting bagi paduan suara manapun yang wajib tampil.

Saya belajar dari beberapa kasus, namun saya selalu teringat pada “Mujizat di atas es”, yaitu peristiwa menangnya tim hoki es Amerika Serikat atas tim hoki es Uni Soviet pada Olimpiade Musim Dingin 1980 di Lake Placid. Anda harus menengok konteksnya, tentu saja. Pertandingan tersebut di tengah Perang Dingin, dan Amerika sedang menjadi tuan rumah, namun Amerika belum pernah bisa mengalahkan Uni Soviet. Belum lagi, tim Amerika Serikat berisikan pemain-pemain muda dari beberapa universitas, sementara pemain-pemain Uni Soviet adalah tempaan baja yang sudah berkiprah di seluruh dunia.”

Tidak mungkin, dalam pikiran banyak orang, bahwa Amerika Serikat bisa menang atas Uni Soviet adalah imajinasi di awang-awang. Mungkin itu pula yang dirasakan oleh para pemain.

Lalu datanglah Herb Brooks, sang pelatih kepala. Sangat mungkin pesan Brooks sebelum pertandingan tersebut menjadi solusi yang memenangkan tim Amerika Serikat pada pertandingan tersebut.

“Momen luar biasa datang dari kesempatan luar biasa,” kata Brooks memulai pesannya sebelum para pemain masuk ke dalam lapangan. “Jika sepuluh kali kita bertanding melawan mereka (Uni Soviet) mereka boleh menang sembilan kali, namun tidak satu kali ini—tidak malam ini.”

Lalu datang kalimat yang sangat berkesan bagi saya, “Malam ini, kita adalah tim hoki terhebat di dunia.”

Jika dilihat konteksnya lagi, kalimat ini adalah kalimat yang luar biasa, dan patut membuat para pemain berpikir keras, dan menyalakan api yang mungkin padam. Jika ada satu momen, satu momen saja, di mana mereka harus menjadi tim yang luar biasa, maka pertandingan itulah waktunya. Saat itulah, dalam pertandingan itu, biarpun rasanya kesempatan dan segala kemungkinan ada melawan mereka, justru mereka adalah tim terhebat di dunia.

Kalimat inilah yang saya kisahkan kembali ke para penyanyi paduan suara yang saya kisahkan di atas. Saya teringat betul bahwa kondisinya memang tidak mudah, karena persaingan, dan karena persiapan yang terus diburu waktu. Pesan saya juga sederhana, yang saya sampaikan dua malam sebelum hari lomba tersebut: “Pada saat kalian berada di atas panggung, kalian adalah paduan suara terbaik di dunia. Lupakan segala hal yang lain.”

Semua anak terdiam sambil memikirkan kata-kata itu.

Saya tidak tahu seberapa kata-kata tersebut terserap dalam benak kolektif mereka di malam yang cukup larut itu. Maka saya mengulangi pesan yang sama di belakang panggung, saat nama paduan suara kami sudah dipanggil. “Ingat, sekarang kalian adalah paduan suara terbaik di dunia. Tampillah santai, karena kita sudah berbuat yang terbaik.” Dengan doa, saya mengirimkan mereka dan pelatih untuk naik ke atas pentas, dan membawakan lagu yang harus dinyanyikan.

Kisah ini juga mengingatkan saya pada seorang Alex Ferguson. Kisahnya tentu tidak kalah serunya, yaitu final Liga Champions Eropa 1998/1999. Banyak dari Anda mungkin ingat kejadian tersebut. Pada waktu turun minum, Manchester United sedang tertinggal 0-1 karena gol Mario Bassler sangat awal di pertandingan tersebut. United berusaha berjuang keras untuk mencari penyeimbang, namun tidak pernah berhasil.

Saat istirahat, saya membayangkan Ferguson masih mengunyah permen karet, namun wajahnya tetap begitu tenang. Tim asuhan Ottmar Hitzfeld memang luar biasa, dan tidaklah mengherankan kompetisi begitu ketat. Walau demikian, Ferguson disebut mengatakan satu kalimat yang penting, yang kira-kira bunyinya demikian, “Pada akhirnya, kalian akan berjarak beberapa meter saja dari piala tersebut, jangan berani-berani kembali pada saya tanpa memberikan segalanya yang kalian punya (untuk menang).”

Akhir dari pertandingan tersebut justru menjadi salah satu momen paling menakjubkan dalam sejarah olah raga manapun di dunia. Tiga menit tersisa, Manchester United mencetak dua gol cepat melalui Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer. United, yang terus tertinggal hampir sepanjang pertandingan, justru menang.

“Si pemenang menangis, dan si kalah justru gembira,” begitu kata Lennart Johanssen, presiden UEFA yang menyaksikan pertandingan tersebut, menyebutkan bagaimana Bayern Munich, yang seharusnya menang, justru harus menangis sedih di akhir pertandingan.

Ferguson memang dikenal sebagai salah satu pelatih yang mulutnya bisa mengubah keadaan tim dari durjana menjadi luar biasa. Apakah satu kalimat tadi menjadi faktor penentu, suadh barang pasti. Maka tim seperti Unitedpun melihat sendiri kekuatan dari kata-kata yang meyakinkan bahwa memang hal tersebut bisa dicapai.

Kembali ke kisah paduan suara tadi, mereka tampil membanggakan. Kembali diingat, dengan semua permasalahan yang dihadapi, apalagi menghadapi kompetisi yang menurut saya tidak begitu seimbang (catatan: kami memang diwajibkan untuk tampil pada kategori ini, bukan karena nekat), paduan suara tampil membanggakan.

Pelatih utama kemudian pulang terlebih dahulu, sehingga saya mewakilinya untuk hadir saat pengumuman juara. Saya ingat sekali emosi luar biasa ketika nomor peserta kami diumumkan, dan kami meraih medali emas.1 Dan sayapun teringat anak-anak ini yang mem-posting foto mereka bersama dua trofi yang didapatkan dari kejuaraan ini, dengan menuliskan kembali kata-kata yang saya ucapkan dua malam sebelum lomba untuk keterangan foto (caption) mereka.

Saya pikir kita bisa sama-sama sepakat bahwa motivasi diperlukan untuk membangkitkan semangat tim, semangat bersama. Jika begitu, motivasi semacam apa yang bisa kita berikan kepada mereka?

Pertama, motivasi bahwa mereka adalah yang terbaik di dunia. Tidak peduli seperti apa persiapan Anda—bahkan di tengah persiapan seburuk, atau se-mepet apapun, Anda harus dapat meyakinkan bahwa mereka tetaplah yang terbaik. Tidak perlu menyebutkan bahwa proses persiapan yang mereka ikuti jauh dari ideal. Ingatkan saja bahwa pada saat mereka sedang bertanding, merekalah yang terbaik.

Kedua, hasil hanya akan mengikuti. Jangan minta mereka mengingat-ingat bahwa mereka harus menjadi juara! Banyak orang yang seharusnya bisa memberikan motivasi yang efektif, namun justru membebani mereka dengan ambisi atau pencapaian pribadi. Terkadang, sang pelatih atau pemimpin memang bisa jadi lebih ngebet untuk juara dibanding anak asuhnya. Walau demikian, jangan paksa anak-anak asuh Anda untuk langsung menatap tangga juara. Betul, sangat penting untuk menjadi juara—apalah artinya berlomba tanpa ingin menang, bukan? Ingatkanlah mereka yang lebih penting, bahwa mereka harus berjuang keras terlebih dahulu, dan hasilnya akan mengikuti. Seperti kata pepatah lama, kerja keras takkan mengkhianati hasil.

Ketiga, tataplah lawan Anda seolah tak ada hari esok. Saya seringkali mengatakan hal ini pada anak-anak asuh saya. Ini lebih penting lagi jika anak-anak asuh Anda sedang berada dalam kondisi minder terhadap pesaing-pesaing. Tentu saja, saya memulai dengan mengingatkan untuk selalu ramah dan bersahabat terhadap setiap kompetitor. Meski begitu, saat berada di medan persaingan, jangan lupa bahwa setiap kompetitor adalah penghambat Anda menuju kemenangan, dan tentu Anda ingin mereka tidak berhasil—dalam konteks kompetitif, bukan untuk berharap hal yang celaka.

Tentu saja, di sisi lain, saya selalu menegaskan bahwa Anda berlomba untuk menang. Saya teringat khususnya jika sedang membawa anak-anak asuh saya berlomba di tempat jauh, seperti di luar daerah atau luar negeri, saya sering mengatakan, “Kalian nggak pergi jauh-jauh, mahal-mahal, ke cuma untuk numpang kencing terus pulang, kan?” Poin dari perkataan saya ini bukan soal ‘numpang kencing’, tapi bagaimana mereka sudah diberangkatkan jauh-jauh dengan sumber daya yang tidak sedikit—khususnya uang. Dengan demikian, penting bagi mereka untuk mengingat segala daya upaya, tenaga, dan uang yang telah dikeluarkan, dan untuk mereka ‘membayarnya’ dengan bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang baik pula.

Jika Anda selama ini menghadapi kompetisi dengan hanya memberikan beban, atau menegaskan bahwa mereka harus meraih kemenangan, cobalah mengubahnya dengan memberikan motivasi, serta memupuk keyakinan pada anak-anak asuh Anda, bahwa bersama-sama tim Anda pasti dapat meraih hasil yang memuaskan. Jangan bertumpu pada tekanan atau ancaman, melainkan bangunlah kepercayaan diri bahwa mereka mampu. Dengan demikian, Anda akan merasakan bagaimana motivasi paling sederhana sekalipun akan mampu mendorong Anda bersama-sama untuk berlari satu langkah lagi, dan mencoba mencapai keberhasilan.

  1. Dalam kompetisi paduan suara, lumrah bagi banyak peserta untuk mendapat medali emas, karena medali emas tidak diberikan pada juara pertama, namun kepada kelompok paduan suara yang memeroleh nilai di atas sebuah batas nilai tertentu.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: