Mari kita mulai: Selamat hari jadi emas, PERBARA!
Menulis PERBARA membawa saya kembali ke buku IPS Terpadu berwarna biru tua yang menjadi buku teks ilmu sosial saya di kelas enam sekolah dasar dahulu. PERBARA adalah Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, atau yang sebenarnya dikenal sebagai Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 di Thailand, ketika para menteri luar negeri dari lima negara Asia Tenggara memutuskan itulah saatnya mereka berkumpul dan membentuk sebuah organisasi kerjasama antar kawasan.
Walau begitu, lima puluh tahun kemudian, saya masih bertanya-tanya: Untuk apa dan siapa ASEAN didirikan?
ASEAN bukannya tanpa prestasi. Beberapa hari lalu saya baru saja menyadari, ASEAN berhasil menjaga stabilitas relatif kawasan, meskipun tak terhindarkan belum menjadikan Asia Tenggara kawasan damai sepenuhnya. Apa yang terjadi di Filipina beberapa waktu ini, belum lagi konflik antara Thailand dan Kamboja yang pernah terjadi, belum dapat menjadikan kawasan ini sepenuhnya bebas konflik.
Biar begitu, boleh dikatakan bahwa 90% stabilitas kawasan masih cukup terjaga dengan baik di bawah ASEAN. Sambil memikirkan keberhasilan tersebut, ingatlah juga satu hal lain: ASEAN didirikan oleh negara-negara yang pada saat itu sudah menanggalkan konflik antar negara masing-masing. Sementara waktu tersebut, terjadi Perang Vietnam, dan berbagai konflik lainnya di seluruh kawasan Asia Tenggara, khususnya negara-negara yang pada saat itu belum menjadi anggota ASEAN. Usai seluruh konflik tersebut selesai, secara ‘nyaman’ negara-negara tersebut menjadi anggota penuh ASEAN.
Lebih dari itu, situasinya kurang begitu bagus. ASEAN melaksanakan ribuan pertemuan sepanjang tahun yang menghasilkan deklarasi-deklarasi tanpa keputusan apapun yang bisa betul-betul dilakukan. Di antara jabat tangan ‘ASEAN Way‘ yang sangat khas tersebut, seluruh negara-negara anggota ASEAN masih berpatokan pada my country first, region second. Memang betul jika dikatakan bahwa apapun organisasinya, kepentingan negara tetap yang utama. Walaupun demikian, ASEAN tidak mencoba melekatkan negara-negara anggotanya untuk bersatu suara.
Memang organisasi ini diciptakan tidak untuk menjadi satu. Bagaimanapun, dokumen apapun yang terkait dengan ASEAN, termasuk Piagam ASEAN, tetap menekankan pada akhirnya setiap negara anggota akan kembali kepada kepentingan nasionalnya, dan ASEAN serta seluruh negara anggota dilarang mencampuri urusan dalam negeri negara-negara lainnya. Inilah yang mematikan ASEAN dan mencegahnya melakukan hal-hal yang lebih baik.
Dalam perdagangan? Tidak begitu baik juga. Salah satu alasan Uni Eropa lahir adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan melalui pembebasan perdagangan internasional di antara negara-negara anggotanya. Kini, perdagangan di dalam Uni Eropa tumbuh sebagai arus perdagangan dominan. Lain halnya dengan ASEAN, karena mayoritas perdagangan yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN tidak terjadi di antara negara-negara anggota ASEAN, melainkan lebih banyak ke luar kawasan.
Untuk dunia diplomasi juga tidak begitu menyenangkan. Kalau dibilang negara-negara ASEAN harus bersatu untuk menghadapi kekuatan-kekuatan dunia yang jelas-jelas lebih besar dari mereka (baik secara individu maupun kolektif), seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, semua negara-negara tersebut harus bisa bersepakat untuk menemukan jati dirinya. Masalah dengan tata perilaku Laut Tiongkok Selatan yang harusnya disepakati secara kolektif oleh ASEAN bersama Tiongkok justru tidak pernah mendapatkan titik terang, karena ASEAN selalu gagal bersatu dan justru masing-masing terpengaruh oleh entah charm offensive atau pemikiran tindakan dan balasan di kemudian hari.
Akhirnya, memang harus dipertanyakan lagi, untuk apa dan siapa ASEAN didirikan. Tidak ada masyarakat di negara-negara anggota ASEAN yang merasa dirinya sebagai warga ASEAN, dan tidak ada yang menggunakan simbol-simbol ASEAN manapun. Apakah ASEAN didirikan untuk masyarakat? Atau untuk kepentingan pemerintah negara-negara saja? Atau untuk para elitnya saja?
Masih terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh ASEAN untuk lima puluh tahun ke depan. Jika memang Uni Eropa ingin menjadi contoh, rasanya masih sangat jauh jarak yang harus ditempuh. Jika memang ingin menjadi organisasi yang unik dan memiliki karakternya sendiri, ada baiknya ASEAN merenungkan kembali dan meluruskan apa yang menjadi raison d’etre-nya, serta membuat organisasi ASEAN menjadi organisasi yang benar-benar bekerja, bukan sekedar menjadi tempat ‘kumpul-kumpul’ wakil-wakil pemerintah semata.
Akhirnya, selamat hari jadi, ASEAN. Kami menantikan keajaiban-keajaiban lainnya sampai ASEAN bisa menjadi ‘satu visi, satu identitas, satu komunitas’.
Leave a Reply