Menyaksikan tim nasional sepak bola Indonesia melawan Malaysia hari ini terasa sangat berbeda. Meski semangatnya masih sama—Malaysia sebagai seteru abadi di ASEAN, khususnya dalam kejuaraan sepak bola ASEAN—ada yang tampil begitu berbeda. Tim nasional Indonesia yang tampil baru.
Saya sempat tertegun juga melihat cara bermain tim selama pertandingan, bahkan setelah tertinggal satu gol dari Malaysia lewat gol Kogileswaran Raj di menit 13. Rupanya, kebobolan lebih dulu tidak mengganggu mental para pemain Indonesia sama sekali, justru mereka berbalik menekan habis-habisan Malaysia dan memaksa mereka bermain on the back foot.
Entah kenapa, ini baru pertama kali saya melihat tim nasional bermain seperti ini. Saya mengikuti kiprah tim nasional di kejuaraan AFF ini (yang namanya sempat Piala Tiger) sejak tahun 2002. Saya ingat saat berada di Malaysia ketika kejuaraan sedang berlangsung, melihat di televisi striker legenda Indonesia Bambang Pamungkas melompat dan menyundul bola ke gawang Malaysia, menjadi gol satu-satunya di semifinal Piala Tiger 2002.
Setelah itu, tim nasional boleh dibilang agak naik-turun. Beberapa kali mencapai final, beberapa kali itulah Indonesia tidak berhasil menjadi pemenang. Tapi yang jelas, saya tidak mengingat Indonesia pernah bermain seatraktif dan seterstruktur seperti apa yang kita lihat lawan Malaysia kali ini.
Lihat saja gol penyeimbang Indonesia yang dicetak Irfan Jaya lebih 20 menit kemudian. Sebuah umpan terobosan yang tidak dinyana, datang dari skema set play yang cepat dan ada strukturnya. Kalau membandingkan dengan permainan tim nasional dahulu kala, saya tidak pernah bisa menerka mereka bisa memunculkan skema semacam ini.
Apa yang persisnya berbeda? Saya tidak tahu secara spesifik. Tapi saya tahu apa yang dilakukan pelatih kepala asal Republik Korea, Shin “STY” Tae-yong ada maksud bagus. Dengan pemain yang semuanya muda—termasuk yang masih belasan tahun—STY memberi warna dan pola pada permainan tim, serta membangkitkan semangat yang trengginas dan berani menerobos, yang jauh lebih matang dari usia mereka.
Di satu sisi, tidak heran bahwa mereka diremehkan banyak pihak, yang menduga mereka tidak bisa lolos jauh. Di sisi lain, kini tidak begitu lagi mengejutkan bahwa mereka bisa lolos dari fase grup yang tidak mudah untuk bertemu tuan rumah Singapura di semifinal.
Di awal tahun 1990-an, legenda Liverpool Alan Hansen pernah menyindir tim besutan Alex Ferguson, yang diisi pemain-pemain muda asal akademi Manchester United, katanya, “Kamu tidak bisa menang apa-apa dengan anak-anak.” Singkat cerita, Ferguson mematahkan pernyataan tersebut dengan memenangkan banyak gelar bersama para pemain muda United.
Sekarang, Indonesia sedang menghadapi momen serupa Ferguson tersebut, dan patut diduga banyak yang berpikiran serupa Alan Hansen melihat komposisi skuad Garuda Muda. Mari berharap STY dan tim akan seambisius Ferguson dan mengalahkan pandangan ‘tidak bisa juara dengan pemain muda.’ Sulit? Pastinya. Mustahil? Tentu saja tidak.
Buat sekarang, tahniah Indonesia!
Leave a Reply